Tuesday 21 April 2015

Aliran al-Maturidiyah

Biografi Abu Manshur Al-Maturidi

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Bin Muhammad Abu Manshur Al-Maturidy. Garis keturunannya masih bersambung dengan sahabat Abu Ayub Al-Anshary. Dia lahir dikota Maturid, Samarqand. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan jelas, diperkirakan sekitar tahun 238 dan kemudian meninggal pada tahun 333 H. Beliau juga digelar imam al-huda. imam al-mutakallimin, dan raiys ahlussunnah. . Sedikit yang dapat diketahui secara langsung dari dirinya, karena mazhab yang dibentuknya berkembang tegak melalui tulisan murid-muridnya.

Ia memperoleh pelajaran ilmu fiqh dan ilmu kalam dan seorang alim bernama Ali Nazar Bin Yahya Al-Baikhi, yang dalam negerinya sedang terjadi perdebatan antara ulama fiqih dan hadits dengan orang-orang Mutazilah baik mengenai ilmu kalam, maupun ilmu fiqih dan pokok-pokoknya. Suasana yang penuh pertentangan itu mendorong Maturidi bersungguhsungguh menyelidiki persoalan persoalan, sehingga akhirnya ia menjadi seorang alim dalam ilmu fiqh dan ushul-ushulnya serta dalam ilmu kalam.

Ulama yang ahli tentang ushuluddin waktu itu sangat sedikit sehingga ia terpaksa mengembara kian kemari untuk memperoleh bahan-bahan dan alasan yang dikehendakinya, sebagaimana ia pernah pergi ke Bashrah sampai 22 kali untuk menghadiri ceramah-ceramah mengenai “aqaid dan kuliah-kuliah ilmu fiqh sampai akhirnya ia menjadi ahli dalam ilmu tersebut.

Al-Asyari hidup di Basrah Irak, pengikut mazhab Syafii, sedangkan AlMaturidi bertempat tinggal di Sarnarkand, pengikut mazhab Hanafi. Karena itu tidak mengherankan kalau pengikut Al-Asyari pada umumnya adalah yang bermazhab Syafii dan pengikut-pengikut Al-Maturidi adalah yang bermazhab Hanafi. Sistem berfikir beliau tidak berbeda banyak dengan Al-Asyari. Banyak segisegi persamaan, disamping ada sekitar masalah yang berbeda pendapat antara lain: masalah taqdir. Asyari tampak lebih dekat kepada Jabariyah sedangkan Al-Maturidi tampak lebih dekat kepada Qadariyah. Persamaannya, adalah menentang Mutazilah. Karena beliau hidup di masa ketika sekte Mutazilah mempergunakan teknik logika Yunani untuk berdebat. Ia mempergunakan argumen itu juga untuk mempertahankan teologi Islam.

 Karangan beliau terbagi dalam 3 cabang penting yaitu tafsir, ilmu kalam dan ushul fiqih. Di antara karya beliau dalam ilmu kalam adalah kitab tauhid yang menunjukkan kemampuan nalar dan keluasan wawasannya dalam menggunakan dalil-dalil „aqaid untuk mempertahankan pendapatnya. Buku ini juga memperlihatkan kepada kita bagaimana beliau menguasai beragam pendapat yang bertolak belakang dengan ajaran ahlus-sunnah wal jamaah baik itu dimiliki kelompok yang menyandarkan pada ajaran Islam atau di luar Islam. Semua itu kemudian diradd dengan kemampuan logika yang tinggi.

Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah kecuali bagi orang yang telah menguasai dalil-dalil „aqli yang ada dan paham akan penggunannnya. Kepandaian beliau juga sangat menonjol dalam penggunaan bahasa. Terbukti dengan komentar Az-Zamakhsyari terhadap beliau berbunyi “tidaklah metode ini ditempuh melainkan oleh seseorang yang ahli dalam ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Karya beliau dalam bidang tafsir ta’wilatul quran, sedangkan dalam ushul fiqh ma’khadussyarai dan jadal namun kedua karyanya yang akhir ini tidak ditemukan.

Aliran al-Maturidiyah

Aliran al-Maturidiyah adalah sebuh aliran yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asyariyah. Keduanya lahir sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah. Bila aliran al-Asyariyah berkembang di Basrah maka aliran al-Maturidiyah berkembang di Samargand.

Kota tempat aliran ini lahir merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju. menjadi pusat perkembangan Mutazilah disamping ditemukannya aliran Mujassimah. Qaramithah dan Jahmiyah, Menurut Adam Metz. juga terdapat pengikut Majusi, Yahudi dan Nasrani dalam jumlah yang besar. Al-Maturidi saat itu terlihat dalam banyak pertentangan dan dialog setelah melihat kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal ini dapat dipahami karena teologi mayoritas saat itu adalah aliran Mutazilah yang banyak menyerang golongan ahli fiqih dan ahli hadits. Diperkuat lagi dengan unsur terokratis penguasa.

Asyari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mutazilah. Bahkan al-Asyary pada awalnya adalah seorang Mutaziliy namun terdorong oleh keinginan mempertahankan sunnah maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam ahlussunnah wal jamaah.

Sejarah Timbul Al-Maturidiyah

Aliran al-Maturidiyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke-4 H di wilayah Samarkand. Aliran ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asyariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada dibarisan paling depan adalah Mutazilah, maupun kaum tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hambaliyah (para pengikut Imam Ibnu Hambal). Keduanya berbeda pendapat yang menyangkut masalah cabang dan detailitas.

Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak. Aliran Asyariyah berkembang di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran Maturidiyah di Samarqand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliaran ini bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan membentuk suatu mazhab. Nampak jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqh kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (pengikut imam Hanafi membentengi aliran-aliran Maturidiyah dan mereka kaitkan akarnya sampai pada imam Abu Hanifah sendiri.

 Teolog yang juga bermazhab Hanafiyah seperti Maturidi adalah Abu Jafar al-Tahawi dan Mesir. Dia adalah seorang ulama besar di bidang hadits dan fiqh yang telah mengembangkan dogma-dogma teologi yang lebih besar. Lebih dari satu abad, mazhab Asyariyah tetap populer hanya di antara pengikut Syafi„iyah sementara mazhab Maturidiyah dan begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya di antara pengikut Hanafi.

Pengaruh al-Maturidiyah di Dunia Islam

Aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara aqal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal, mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya

Keistimewaan yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan khawarij, rawafidh dan qadariyah.25 Aliran mi selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.

Wallahua’lam


Rujukan : Al-MATURIDIYAH : Makalah ini disampaikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam oleh Yusuf Talib NIM. 80100210114

Imām Abū Hasan al-Asy‘arī


Imām Abū Hasan al-Asy‘arī

adalah antara ‘ulamā’ Islam tersohor dan mempelopori satu aliran pemikiran dalam bidang akidah yang kemudian dikenali dengan nama keturunannya iaitu aliran al-Asyā‘irah. ‘Alīran ini telah mendapat tempat dihati nurani umat Islam. ‘Alīran ini telah mendapat sokongan dan pengaruh besar di seluruh dunia Islam. Sokongan yang dicapai ini adalah kerana berpaksikan al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai asas akidah dan pemikirannya, di samping tidak meninggalkan rasional akal dalam huraian-huraiannya terhadap kenyataan – kenyataan al-Qur’an. Kombinasi dari kenyataan al-Qur’an, al-Sunnah dan akal ini telah mempengaruhi keutamaan dan keunggulannya mendominasi pegangan majoiriti umat Islam di seluruh dunia Islam. Serentak dengan pengaruh besarnya ini telah meletakkan Imām Abū H(asan al-Asy‘arī (270-324 H / 883 – 935 M) disenaraikan oleh Ibn al-Āthīr, al-Suyūt,ī dan selainnya sebagai ‘ulamā’ mujaddid mewakili kurun ketiga hijrah.

Latarbelakang Keluarga dan Pendidikan

Nama Imām Abū H(asan al-Asy‘arī ialah ‘Alī bin Ismā‘īl bin Abī Basyr Ish(āq bin Sālim bin Ismā‘īl  bin Abdullah bin Mūsā bin Bilāl bin Āmīr Bas,rah bin Abī Burdah Āmīr bin Abī Mūsā Abdullah bin Qays Haddar al-Asy‘arī al-Bas,rī alYamanī  . Beliau dilahirkan di Bas,rah, Iraq pada tahun 160 H / 873 M9 dan meninggal pada tahun 324 H / 935 M di kota Baghdad. Berdasarkan penjelasan ini ternyata Imām Abū H(asan al-Asy‘arī adalah dari keturunan salah seorang sahabat Rasulullah s.a.w tersohor iaitu Abū Musa al-Asy‘arī iaitu Abdullah bin Qais bin Haddar al-Asy‘arī al-Yamanī al-Bas,rī. Beliau adalah antara fuqahā’ sahabat atau sahabat al-Qurrā’ dan antara sahabat yang banyak menyumbangkan khidmat dan bakti bagi kecemerlangan Islam.

Dari sudut sejarah pendidikan pula, ayahnya ketika hampir meninggal dunia telah mewasiatkan beliau kepada ‘ulamā’ terkenal dalam bidang fiqh dan h,adīth iaitu Zakaria bin Yah(yā al-Sahi. Ini telah menjadikan Imām Abū H(asan al-Asy‘arī mempunyai kecenderungan dan pegangan yang kuat kepada h,adīth kerana pengaruh bapa dan gurunya yang terawal. Setelah kematian ayahnya, ibunya telah berkahwin dengan seorang tokoh Muktazilah iaitu Abū ‘Alī al-Jubbā’ī . Ini telah mempengaruhi Imām Abū H(asan al-Asy‘arī dengan mazhab Muktazilah13 dan menguasai ilmu kalam dengan mendalam, bahkan menjadi antara tokoh terkenal Muktazilah yang pernah mewakili aliran tersebut dalam perdebatan dengan para ‘ulamā’ ahli sunnah wal jamaah.

Peringkat – Peringkat Pemikirannya

Imām Abū Hasan al-Asy‘arī telah melalui dan memperihatkan peringkat peringkat pemikiran yang berbeza disebabkan persekitaran yang mempengaruhi pemikirannya. Dalam biografinya, dinayatakan bahawa Imām Abū Hasan alAsy‘arī pada mulanya beraliran Muktazilah tetapi kemudiannya bertaubat dan mengisytiharkan keluar dari mazhab tersebut secara rasmi pada hari Jumaat di Masjid Jami’ Basrah. Sebagaimana yang dinyatakan sebelum ini bahawa Imām Abū Hasan al-Asy‘arī memperoleh didikan dari Abū ‘Alī al Jubbā’ī, bapa tirinya. Dia kekal dalam aliran ini sehingga berumur 40 tahun – dari kelahiran sehingga pengisytiharan taubat. Riwayat- riwayat sejarah menjelaskan bahawa faktor beliau keluar dari aliran Muktazilah adalah kerana mimpi pertemuannya dengan Rasulullah s.a.w di mana baginda s.a.w meminta beliau bangun mendukung dan mempertahankan aliran ahli h,adīth dan salaf al-ummah. Riwayat lain dari al-Subkī pula menggambarkan kisah perdebatannya dengan Abū ‘Alī al-Jubbā’ī mengenai isu mukmin kafir dan kedudukan kanak-kanak. Kesan perdebatan ini telah mempengaruhi kecurigaan dan kurang yakin Imām Abū Hasan al-Asy‘arī terhadap pegangan Muktazilah dan akhirnya beliau mengambil keputusan untuk keluar dari aliran tersebut. Imām Abū Hasan al-Asy‘arī menyesali sikapnya ketika usia muda yang berpegang kepada aliran Muktazilah, meyakini segala asas pegangannya dan melakukan segala keburukan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pengikut Muktazilah yang lain, bahkan beliau menduduki barisan hadapan kepimpinan aliran ini.

Kemudian beliau telah mengikuti aliran ahli sunnah wal jamaah berpendekatan khalaf atau secara khususnya aliran Abdullah bin Sa‘īd bin Kilāb. Di peringkat ini, Imām Abū Hasan al-Asy‘arī bangun mengemukakan kritikan dan penentangannya terhadap aliran Muktazilah sebagaimana yang dijelaskan melalui bukunya, al Luma’ fī al-Rad ‘al- Ahl al Zaigh wa al-Bidā‘. Pada peringkat ini juga, ternyata dengan jelas sokongan beliau kepada mazhab Imām Ahmad bin Hanbal. Pengisytiharan mengikuti pendekatan Imām Ah(mad ini dijelaskan beliau dalam bukunya, al-Ibānah ‘an Us,ūl al-Diyānah, seperti dalam pendahuluan kitab tersebut. Walaupun begitu, tidak dinyatakan penolakan beliau terhadap mazhab – mazhab ahli sunnah wal jamaah yang berasaskan khalaf sebagaimana pengisytiharan penolakannya terhadap Muktazilah. Oleh itu, sesetengah pengkaji mengklasifikasikan pemikiran beliau kepada dua peringkat sahaja. Di sudut lain pula, adalah tidak jelas tentang status kitab al-Ibānah samada ianya adalah kitab yang terakhir berikutan ada pandangan yang menyatakan bahawa kitab al-Luma’ adalah kitab beliau yang terakhir.

Imām Abū H(asan Al-Asy’arī Sebagai Mujaddid

Dalam melihat kedudukan dan sumbangan Imām Abū H(asan al-Asy‘arī dalam tajdid, ternyata bahawa beliau melakukan usaha besar dalam memperbaiki penyelewengan atau tasawwur salah dan keperibadian yang menyeleweng di kalangan masyarakat Islam pada zamannya. Usaha besar beliau dalam menghadapi aliran penyelewengan bersifat dalaman dalam masyarakat Islam yang masih kuat menguasai umat Islam. Kemuncak kekuatan Muktazilah adalah pada zaman pemerintahan al-Makmun (170 – 241 H / 786 – 855 M) apabila pergerakan ini mendapat sokongan pemimpin politik pada zaman tersebut. Setelah kematian al-Makmun, al-Mu’tasim dan al-Wathiq, pemerintahan bertukar tangan kepada al-Mutawakkil di mana beliau menentang dan mengkritik Muktazilah. Banyak tokoh Muktazilah yang berperanan dalam pemerintahan Abbasiah telah disingkirkan.
Walaupun Muktazilah tidak lagi mendapat sokongan politik, aliran ini masih berpengaruh dalam masyarakat kerana pemikirannya menguasai masyarakat terpelajar dan tokoh-tokoh berpengetahuan dalam masyarakat dan mereka secara berterusan mengembangkannya.

 Keadaan ini berlaku kerana aliran Muktazilah yang kuat pegangan kepada rasional akal telah menyebabkan ia sebagai aliran yang berasaskan penglihatan yang halus dan terperinci. Kesimpulan pemikirannya dilihat berasaskan pengamatan akademik yang mendalam. Kesannya ini telah menarik perhatian golongan muda terpelajar dalam masyarakat. Dalam masa yang sama, setelah pemergian Imām Ahmad bin Hanbal, tidak muncul di kalangan fuqahā’ dan ahli h,adīth yang berperibadi kuat sepertinya. Keadaan ini telah memberi bonus tambahan kepada pendokong Muktazilah dengan menyifatkan golongan fuqahā’ dan ahli h,adīth sebagai jahil dan tidak berpengetahuan mengenai falsafah dan prinsip-prinsipnya. Realiti dan suasana tidak seimbang ini telah memberi kesan yang merbahaya kepada agama dan sunnah serta tanggapan umat Islam keseluruhannya.

Kerana kalangan ahli falsafah atau mereka yang terpengaruh dengannya mula mentafsir dan menganalisa ayat-ayat al Qur’an dan masalah akidah Islam berasaskan rasional akal dan hawa nafsu mereka dan dan kemudiannya menjalani kehidupan mengikut keinginan mereka secara bebas. Perkembangan dan suasana seperti ini memperlihatkan keperluan agama Islam dan umatnya kepada tokoh ilmuan dengan peribadi kuat dan pemikiran yang tajam. Dalam keadaan ini, lahirlah Imām Abū Hasan al-Asy‘arī yang telah mengisytiharkan taubat dan kemudiannya melakukan penentangan terbuka dan kritikan terhadap Muktazilah serta memperbetulkan penyelewengan tasawwur dan keperibadian umat Islam pada zamannya. Melalui peranannya yang besar, Imām Abū Hasan al-Asy‘arī diakui kebanyakan penyelidik sebagai ‘ulamā’ tajdid.

Rujukan : IMĀM ABŪ H(ASAN AL-ASY‘ARĪ: ANALISA BERHUBUNG SUMBANGAN TAJDID DAN ISLAHNYA Oleh : Ahmad Zaki Berahim @ Ibrahim


Wallahua’lam

21 april 2015

Sunday 19 April 2015

solat memelihara aurat

Solat memelihara Aurat

Perhatikanlah manusia di sekeling anda. Berapa ramaikah wanita-wanita yang menutup aurat dengan sempurna, dan berapa ramaikah kaum adam yang menjaga aurat mereke dengan sempurna? Adakah mereka jahil tentang batasan aurat mereka? Atau buat-buat tidak tahu.

Hayatilah ibadah solat, antara syarat sah solat adalah menutup Aurat dengan sempurna. Maka jika difikirkan, kenapa manusia itu apabila berada di dalam solatnya mereka menutup aurat, akan tetapi apbila diluar solat mereka mengabaikanya.? Agak pelik tapi itu realiti

Jika mereka memahami ajaibnya solat itu sehingga mereka dapat mengaplikasikan suruhan Allah dengan  memlihara aurat mereka. Adakah diwajibkan menutup aurat hannya di dalam solat sahaja? Atau mereka mengangka memelihara Aurat itu hanya ketika beribadah sahaja?

“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok lelaki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau syurga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim).

Setiap perintah Allah akan ada hikmahnya yang tersembunyi. Termasuklah ibadah solat. Solat mengajar supaya manusia itu memahami akan keadaan mereka di luar solat. Mengapa perlu menutup aurat? Islam mengajar umatnya supaya menjaga agama dan kehormatan manusia seluruhnya. Dengan menjaga kehormatan diri, kehidupan manusia di dunia ini akan terjamin kerana adanya hak peribadi dan terpeliharnya maruah daripada musuh atau manusia yang mempunyai sifat kotor di dalam diri mereka.

Indahnya perintah solat itu jika diperhati dan di ambil pengajaran daripadanya. Islam bukan agama yang menerkam atau menzalimi umatnya . akan tetapi melatih atau mengajar umatnya supaya melakukan perkara yang akan mengharmonikan kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana yang diketahui, secara umumnya aurat wanita itu kesemuanya kecuali tangan dan muka. Manakala bagi lelaki diantara pusat hingga lulut. Itulah juga batasan aurat ketika melakukan ibadah solat.

“Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya.” (An Nur:31)

perintah menutup aurat bagi wanita dalam syariat Islam adalah bertujuan untuk membersihkan masyarakat islam daripada ditenggelami oleh gelora syahwat dan akhirnya akan menyebabkan umat islam lupa akan kewajipan-kewajipan yang perlu ditunaikan terhadap Tuhan, agama, diri , keluarga, masyarakat dan negara. Ini bermaksud kebaikan menutup aurat adalah pulang kepada manusia itu sendiri. Selain daripada itu, perintah menutup aurat ini juga adalah satu sigat rahmat Allah terhadap kelemahan yang ada pada manusia samada lelaki atau perempuan dalam berdepan dengan kebangkitan dorongan seksual yang kena pada tempatnya (yang dilarang oleh syarak)


wallahua’lam.

safwan salim 20 april 2015

Friday 17 April 2015

Masalah-Masalah Dalam Menghafaz Dan Mengekalkan Hafazan al-Quran.

Masalah-Masalah Dalam Menghafaz Dan Mengekalkan Hafazan al-Quran.

TERKESAN.

Setelah bergelar seorang hafiz, adalah menjadi tanggungjawab kepada seseorang itu untuk memelihara hafazannya supaya tidak hilang atau lupa. Melupakan hafazan al-Quran setelah menghafaznya adalah suatu dosa di sisi Allah S.W.T. Amaran keras ini telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad S.A.W. dalam sebuah
hadisnya:

Terjemahannya:
“Sesiapa yang menghafaz al-Quran kemudian dia lupa nescaya dia
akan berjumpa Allah di hari kiamat dalam keadaan berpenyakit
juzam (kusta) dengan terpotong-potong tangannya.”
( Hadith riwayat abu Dawud dan Tirmidhi)

Memandangkan gangguan dan kesukaran untuk mengekalkan hafazan al -Qurannya, seseorang itu mestilah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
hilang hafazan dalam ingatannya. Ini memastikan hafazan keseluruhan al-Quran
kekal dalam ingatan dan menghindari kemurkaan dari Allah S.W.T.

Masalah Dalaman (Internal) Seorang Hafiz Al-Quran

Masalah dalaman (internal) adalah masalah yang wujud dari dalam diri seorang
hafiz al-Quran. Semasa menjalani kehidupan hariannya, godaan dunia di samping
bisikan syaitan, boleh menyebabkan seseorang hafiz itu lupa diri bahawa dia adalah seorang penghafaz al-Quran. Oleh itu, seorang hafiz perlu mengetahui
masalah-masalah berikut dan menjaga dirinya untuk mengelak daripada lupa
hafazan al-Quran. Antaranya:

a. Cintakan dunia dan terlalu sibuk dengannya

Orang yang sibuk dengan perkara keduniaan, tidak akan dapat melapangkan
masa untuk mengulangkaji hafazan. Kegagalan mengulang-ulang bacaan
menyebabkan hafazan akan hilang sedikit demi sedikit dari ingatan. Oleh itu,
dalam mengejar keperluan hidup, seorang hafiz perlulah melapangkan
sejumlah masa setiap hari untuk mengulang bacaan. Firman Allah S.W.T.:
Terjemahannya:
“Sekali-kali jangan begitu, bahkan kalian terlalu mencintai dunia
dan meninggalkan akhirat.” (al-Qiyamah:20-21)

b. Tidak merasai kenikmatan al-Quran

Menjadi seorang hafiz adalah anugerah daripada Allah S.W.T dan sesiapa yang membaca al-Quran akan diberi kenikmatan daripadanya. Sebagaimana para sahabat di zaman Rasullulah S.A.W. seperti 'Uthman bin 'Affan, yang khatam pembacaan al-Quran pada setiap hari. Begitu juga sahabat-sahabat yang lain seperti Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Thabit dan lain-lainnya di mana setengah daripada mereka khatam pembacaan al-Quran tiga hari sekali, seminggu sekali dan sekurang-kurangnya sebulan sekali. Kegairahan sahabat dalam mengulang-ulang untuk mengkhatam al-Quran kerana mereka telah mendapat kenikmatan dalam pembacaannya. Amalan-amalan seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang tidak merasai kemanisan membaca al-Quran. Banyak atau sedikitnya kenikmatan membaca al-Quran bergantung kepada kualiti iman dan ketaqwaan pembacanya kepada Alah S.W.T. Allah S.W.T. menjelaskan bahawa orang yang rajin membaca al-Quran adalah mereka yang suka bersembahyang malam, beriman kepada Allah S.W.T. dan hari akhirat, menyuruh yang maaruf dan mencegah yang mungkar serta bersegera dalam melakukan amal-amal yang soleh. FirmanNya:

Terjemahannya:
“Mereka itu tidak sama, di antara ahli kitab itu ada yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa malam hari, sedang mereka dalam bersujud (solat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera dalam melaksanakan amal-amal yang baik, mereka itu termasuk dalamgolongan orang-orang yang salih.” (al-'Imran:113-114)

c. Hati yang kotor dan banyak melakukan maksiat

Hafazan al-Quran akan dapat menerang hidup penghafaznya jika dilandasi
oleh hati yang bersih dari kotoran syirik, takabur dan pelbagai kemaksiatan.
Oleh itu menghafaz al-Quran tidak mungkin dilakukan oleh orang yang
berhati kotor kerana kitab ini adalah suci yang diturunkan oleh Allah S.W.T.
yang maha suci, dibawa oleh malaikat yang suci, diberikan kepada Rasullulah
S.A.W. yang suci dan diturunkan ke tanah yang suci.
Kekotoran hati ini mengikut perlakuan maksiat yang dilakukan oleh
seseorang. Apabila hati sudah kotor maka hafazan terhadap al-Quran akan
berkurangan sehinggalah ke peringkat hati yang hitam gelap yang akan
menjauhkan seseorang seseorang dari kecintaan dan melupakan al-Quran.

d. Tidak sabar, malas dan mudah berputus asa

Menghafaz dan mengulang-ulang hafazan al-Quran memerlukan kegigihan
dan kesabaran yang terus menerus. Ini adalah ciri-ciri al-Quran itu sendiri
yang mengajak kita untuk menjadi manusia yang aktif dalam hidup di dunia.
Begitu juga semasa al-Quran diwahyukan kepada baginda Rasullulah S.A.W.
yang memerlukan titisan peluh untuk menerimanya, bahkan seorang sahabat
pernah merasakan beratnya peha Rasullulah S.A.W. ketika pehanya menjadi
sandaran kepada peha Rasullulah S.A.W. ketika baginda menerima wahyu.
Oleh itu, kesabaran, ketekunan dan tidak mudah berputus asa menjadi sifat
kepada seorang yang ingin menghafaz al-Quran. Untuk menghilangkan sifat
tidak sabar, malas dan putus asa, perlulah menghindari perkara-perkara
berikut:
i. Lupa atau sudah tidak berminat lagi terhadap tujuan dan kelebihankelebihan
menghafaz al-Quran.
ii. Tidak bersedia untuk bekerja keras bagi menghafaz dan mengulangulang
hafazan.
iii. Lemahnya bertaqarub kepada Allah S.W.T. yang menyebabkan
lemahnya ruhiyah dalam diri.
iv. Terpengaruh dengan suasana keluarga, sekolah dan masyarakat yang
belum memahami kepentingan pendidikan hafazan al-Quran.
Oleh itu, sebelum seseorang mula menghafaz al-Quran, hendaklah meyakini
mengenai tujuan dan kelebihan menjadi seorang hafiz. Lebih-lebih lagi bagi
seorang dai'e, tentunya memahami pentingnya menghafaz al-Quran. Apabila
sudah memahami tujuan dan kelebihan menghafaz al-Quran, barulah
seseorang itu sedia melapangkan masanya untuk menghafaz dan mengulangulang
ayat-ayat al-Quran. Sebarang halangan dan kesusahan yang dialaminya
semasa pembelajaran akan dihadapi dengan tabah dan sabar kerana
mengharapkan ganjaran daripada Allah S.W.T.

e. Niat yang tidak ikhlas

Niat yang tidak ikhlas dalam menghafaz al-Quran bukan sahaja menghalang
kejayaan seeorang menghafaz al-Quran di samping itu juga mendapat kutukan daripada Allah S.W.T. di hari akhirat. Keikhlasan dalam menghafaz al-Quran hendaklah dipertahankan secara terus menerus. Ia menjadi motivasi yang kuat untuk mencapai kejayaan menjadi seorang hafiz dengan selalu mengingatkan janji-janji Rasullulah S.A.W. berupa pahala yang sangat banyak. Di samping itu, adalah perlu daripada peringkat awal lagi, menjadi seorang hafiz tidak menjanjikan peluang keduniaan yang luas, seperti mana mempelajari bidang-bidang yang lain. Di sinilah peranan keikhlasan kepada Allah S.W.T. yang akan menjadi kekuatan dalam diri seorang penghafaz al-Quran bagi mempertahankan niat suci itu.

Masalah Luaran (External) Seorang Hafiz Al-Quran

Masalah luaran ini tidaklah seberat masalah dalaman. Ini kerana banyak orang-orang kafir atau orentalis yang tidak beriman pun mampu untuk menghafaz keseluruhan al-Quran. Tunggak kejayaan adalah datangnya dari keinginan yang kuat dari diri seseorang itu. Namun jika berjaya melepas masalah dalam, masalah
luaran akan mampu diatasi. Antara masalah-masalah luaran adalah:

a. Tidak mampu membaca dengan baik

Penghafaz yang tidak mampu membaca al-Quran dengan baik akan menghadapi dua masalah iaitu masalah membaca dan masalah menghafaz. Masalah ini akan lebih ketara apabila ayat yang dihafaz semakin banyak menyebabkan penghafazan terhenti separuh jalan. Terdapat juga mereka yang melakukan kedua-dua perkara ini sekaligus dapat menamatkan penghafazan mereka. Jika penghafaz tidak mampu melakukan dua perkara sekaligus, adalah baik ia melancarkan bacaan al-Quran terlebih dahulu barulah menghafaznya.

b. Tidak mampu mengurus masa

Penghafaz yang tidak mampu untuk mengurus masa mereka akan merasa kesuntukan masa untuk menghafaz di samping melakukan kerja-kerja yang lain. Untuk ini, seorang penghafaz perlu mendisiplinkan diri melapangkan sebahagian masa untuk menghafaz. Sebaiknya jadikanlah menghafaz sebagai tugas utama serta menjadikan kenikmatan membaca dan menghafaz ayat-ayat al-Quran mengurangkan masa untuk melakukan tugas-tugas yang lain.

c. Sukar membezakan ayat-ayat Mutasyabih

Al-Quran adalah merupakan mukjizat dari Allah S.W.T, mempunyai ayat-ayat
yang sama dari segi makna dan lafaznya.
“Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu kitab suci al-Quran yang bersamaan isi kandungannya antara satu dengan yang lain, yang berulang-ulang (keterangannya berbagai cara),(oleh kerana mendengarnya atau membacanya) yangmenyebabkan badan orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram…” (al-Zumar:23)
Ayat-ayat Mutasyabih bermaksud ayat yang mempunyai persamaan seluruh
atau separuhnya di antara satu sama lain. Ayat ini kadangkala adalah sama
seratus peratus dan pada tempat yang lain ia berbeza hanya pada satu huruf
sahaja (Muhsin, 1994: 62). Seseorang penghafaz tidak boleh dikatakan mahir
dengan hafazannya selagi belum menguasai ayat Mutasyabih ini.

Dipetik dari: KEBERKESANAN KAEDAH HAFAZAN DI PUSAT TAHFIZ

PENYELIDIK-PENYELIDIK:
USTAZ ABDUL HAFIZ BIN HAJI ABDULLAH
PROF. MADYA AJMAIN BIN SAFAR
USTAZ MOHD ISMAIL BIN MUSTARI
USTAZ AZHAR BIN MUHAMMAD
USTAZ IDRIS BIN ISMAIL
UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA
2003


Mari muhasabah diri :)

Better late than never



_ jom bersama ISLAM_


Sejarah penulisan dan pembukuan Al-Quran

Sejarah penulisan dan pembukuan Al-Quran 

Di zaman Rasulullah s.a.w ayat Al-Qur’an yang turun dihafal oleh beliau “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya” (QS Al-Qiyamah [75] : 17-18).

Oleh karena itu beliau merupakan hafidz (penghafal) Al-Qur’an yang pertama dan maha guru pemberi contoh panutan paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya.



Dalam sahih Bukhary dalam tiga riwayat disebutkan ada tujuh hafidz dari kalangan sahabat yang hafal Al-Qur’an, yaitu :
1. Abdullah bin Mas’ud
2. Salim Bin Ma’qal maula Abu Huzaifah.
3. Mu’az Bin Jabal.
4. Ubay Bin Ka’ab.
5. Zaid Bin Tsabit.
6. Abu Zaid Bin Sakan.
7. Abu Darda’.

Ke-tujuh penghafal Al-Qur’an diatas adalah para sahabat yang hafal Al-Qur’an diluar kepala yang menunjukkan hafalannya dihadapan Nabi dan sanadnya sampai kepada kita melalui riwayat Bukhary. Sedangkan kenyataannya setelah Rasulullah wafat, jumlah penghafal (hafidz) Al-Qur’an dikalangan sahabat terus bertambah.

Untuk melukiskan hal itu dapat diketahui dari keterangan Al-Qurtubi : “Telah terbunuh tujuh puluh orang qari’ pada perang Yamamah; dan terbunuh pula pada masa Nabi sejumlah itu dalam peristiwa pembunuhan di sumur Maa’unah”.

Rasulullah telah mengangkat beberapa penulis Al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti : Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah Bin Abi Sufyan, Ubay Bin Ka’ab dan Zaid Bin Tsabit. Bila ayat Al-Qur’an turun beliau memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut didalam surat, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam hati (diluar kepala).

Disamping itu sebagian sahabat menuliskan ayat Al-Qur’an yang turun itu dengan keinginan sendiri tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskan ayat Al-Qur’an pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit binatang atau kulit kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Dalam Al Mustadrak, Hakim meriwayatkan bahwa Zaid Bin Tsabit berkata : “kami menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an pada kulit binatang” (sanad sahih menurut syarat Bukhary dan Muslim).

Pada masa Rasulullah s.a.w Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf, kerana pada masa kenabian wahyu masih turun dan Rasulullah s.a.w kerapkali menanti turunnya ayat Al-Qur’an, disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang nasikh (dihapus).

Susunan atau tertib penulisan Al-Qur’an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi, yaitu beliau menjelaskan bahwa ayat-ayat tertentu harus diletakkan dalam surah yang ditentukan. Al-Khattabi berkata : “Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf karena beliau senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya”




_ jom bersama ISLAM_


Wednesday 15 April 2015

Gelaran tokoh - tokoh besar islam


Gelaran tokoh - tokoh besar islam

tokoh tokoh besar islam ini, batang tubuh mereka yang sentiasa berjuang disisi Rasulullah s.a.w. mereka sentiasa melibatkan diri dalam pelbagai peperangan sehingga mendapat syahid dengan kemuliaan di sisi Allah s.w.t.  

pelbagai gelaran yang di gelarkan kepada mereka kerana sifat dan perwatakan mereka. ada juga yang di beri gelaran kerana anugerah yang dikurniakan kepada mereka. mereka ini lah yang me.h ndapat darjat kebesaran dalam meninggikan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH..

1.    saidina Abu bakar R.A

as-siddiq : yang membenarkan.
kerana beliau membenarkan setiap perkataan daripada Rasulullah s.a.w dan beliau antara sahabat yang pertama membenarkan periswa isra'  selepas diceritakan kepada beliau oleh baginda Nabi Muhammad s.a.w.

Al atiq :yang dibebaskan./ tampan
Rasulullah pernah menyatakan kepadanya “ kamu adalah orang yang dibebaskan Allah dari api neraka” ada juga yang berpendapat ,kerana ketampanannya atau kerana ramai hamba yang dimerdekakan oleh beliau seperti bilal bin rabah dan yang lainnya.

2.   Umar al khattab

Al faruq : yakni pemisah antara hak dan batil.
Nabi pernah menyatakan” sesungguhnya umat-umat sebelum kamu semua ada orang tertentu yang menjadi jurucakap (muhaddits) dan jika perkara itu ada pada zaman umatku, maka dia adalah umar al khattab”(hr bukhari)

3.   Uthman bin Affan

Dzu An Nurain : pemilik dua cahaya.
Gelaran itu kerana beliau menikahi 2 anak perempuan Rasulullah s.a.w.iaitu Ruqayyah dan Ummu Kalthum.

4.   Zubair bin Awwam

Hawari Rasulullah : teman setia nabi
Rasulullah pernah menyatakan “ setiap nabi mepunyai Hawari, dan sahabat setiaku adalah Zubair ( HR Bukhari)

5.   Abu ubaidah bin Al Jarrah
Amin Al ummah dan Amir Al Umara’ : orang yang dipercayai
Rasulullah berkata “ setiap umat memeliki orang yang dipercayai (amin), dan orang dipercayai (amin) umat ini adalah Abu Ubaidah Jarrah (HR bukhari)

6.   Hamzah bin Abdul Muttalib

Asadullah dan Asad ar-Rasul : singa Allah dan singa Rasulullah
Ketika mana selepas syahidnya Hamzah, beliau bukan sahaja di tikam, malah diseksa tanpa belas kasihan sehingga di belah dan di kunyah hati beliau oleh Hindun binti Utbah.

Rasulullah sangat sedih,baginda menyatakan “  jibril telah datang memberitahu bahawa nama hamzah termaktub di penghuni langit yang tujuh dengan nama hamzah bin Abdul muttalib, asad Allah dan Asa Rasulullah”

7.   Musha’ab bin Umair

Safir Al Islam : duta besar islam
Beliau adalah duta besar islam pertama, beliau pernah diutuskan oleh Rasulullah dan 12 orang lelaki yatsrib yang telah memeluk islam pada bai’at Aqabah 1 untuk mengajar islam kepada penduduk madinah.

8.   Jaafar bin Abi Thalib

Dzu Al-fanahain / At Thayyar : pemilik dua sayap /yang dapat terbang 
Rasulullah s.a.w menyatakan “ aku masuk ke dalam syurga dan kulihat Ja’far terbang bersama para malaikat sedangkan kedua sayapnya penuh dengan lumuran darah”
Allah memberi ganti dengan dua sayap sehingga beliau dapat terbang dengan keduanya di syurga. Beliau juga digelar Asy Syahid At Thayyar (pahlawan syahid yang dapt terbang)

9.   Ammar bin Yasir

Ath-thayyib Al –muthayyib : orang yang baik
Rasulullah s.a.w pernah menyatakan kepada Ammar “ selamat datang , wahai Ath-thayyib Al –muthayyib. Beliau juga seorang yang menyatakan keislamannya dengan terang dan sentiasa membuat pilihan terbaik dalam menghadapi pelbagai situasi.

10. Khalid bin Walid

Saifullah Al-Maslul : pedang Allah yang terhunus

Beliau banyak melibatkan diri dalam peperangan seperti perang badar, perang uhud dan perang khandaq. Beliau pakar dalam strategi peperangan dan tankas menggunakan pedang sehingga mendapat gelaran tersebut.
wallahua'lam .

review : tokoh2 besar islam sepanajang zaman._syiekh Muhammad Sa'id Mursi

safwan salim 16 april 2015

individu yang bercirikan ‘ibad ar-rahman


Jalan-jalan  dalam membentuk individu yang bercirikan ‘ibad ar-rahman

Apa itu ‘bad ar-rahman?

Secara umumnya, ia bermaksud seorang individu yang mempunyai keperibadian yang mantap dan sentiasa memelihara dan menjaga jalinannya dengan makhluk yang lain dan hubungan dengan Allah s.w.t.

Ini juga dinyatakan oleh Allah dalam Alquran berkaitan ‘ibadu ar-rahman di dalam surah al furqan ayat 63.


63. dan hamba-hamba (Allah) Ar-Rahman (yang diredhaiNya), ialah mereka Yang berjalan di bumi Dengan sopan santun, dan apabila orang-orang Yang berkelakuan kurang adab, hadapkan kata-kata kepada mereka, mereka menjawab Dengan perkataan Yang Selamat dari perkara Yang tidak diingini;

Di dalam kandungan selepas ayat tersebut,iaitu ayat yang ke 64 - 97, dinyatakan dengan jelas tentang 
ciri-ciri individu ‘ibad ar rahman yang mana mereka ini layak untuk memasuki syurga Allah dengan ketaqwaan mereka dan amalan mereka.antaranya:

1.     Apabila mereka berjalan di muka bumi Allah, mereka tidak sombong dan angkuh,yakni berjalan dengan sopan santun. Dan apabila dicerca atau diperlakukan perkara yang tidak baik terhadap mereka , mereka bukan sahaja bersabar, malahan menjawab dengan perkataan yang baik dan menjauhkan diri daripada perkara buruk

2.     Mereka juga sentiasa beribadt kepada Allah dengan ikhlas dan penuh khusyuk pada malam dan siang harinya dalam keadaan sujud dan berdiri.

3.     Mereka juga takut akan balasan daripada Allah jika mereka melakukan apa yang dilarang olehNYA,dan takut akan azab seksanya neraka Jahannam

4.     Mereka juga memelihara harta mereka serta menguruskannya dengan baik. Mereka tidak boros dalam pembelanjaan dan sentiasa menggunakan harta mereka kejalan yang diredhai oleh Allah. Mereka tidak bakhil dengan harta mereka kerana yakin bahawa semuaitu adalah pinjaman sementara daripada Allah s.w.t

5.     Akidah mereka tetap tuguh .mereka sesekali tidak menyekutukan Allah dengan yang lain.serta menjauhkan diri mereka dengan perkara yang boleh mensyirikkan Allah.

6.     Mereka sentiasa memelihara hubungan dengan makhluk yang lain dan tidak membunuh tanpa hak kecuali dengan jalan yang diredhai Allah.

7.     Mereka tidak melakukan perkara-perkara yang terkutuk yakni berzina. Malahan mereka menjauhi diri mereka dengan maksiat tersebut.

Itulah yang dikatakan ciri-ciri sempurna yang perlu ada di dalam ciri individu  ‘bad ar Rahman. Kita juga boleh mencapai apa yang di gariskan oleh Allah. Jika melakukan kesalahan yang terbaik disisi llah adalah taubah nasuha.

Wallahua’lam

Safwan salim 15 april 2015 

10 wasiat Allah


10 wasiat Allah 

Di dalam surah al an’am . ayat yang ke 151 dan 152, Allah s.w.t menyebutkan beberapa larangan dan perintah kepada hambanya. 

Jika dilihat juga ayat yang di firmankan Allah sebelumnya berkaitan jenis makanan yang diharamkan dan berkaitan orang musyrikin kerana membantah dengan perkara yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka dan perkara yang berkaitan syubhah.

Di dalam ayat ini Allah menyuruh Nabi Muhammad s.a.w agar membaca atau memberitahu tentang 10 wasiat tersebut kepada orang-orang kafir. Iaitu berbentuk lima suruhan dan lima larangan.

 Jika diringkaskan makna kandungan daripada ayat tersebut, maka antara wasiat Allah kepada hambanya .

LIMA SURUHAN ALLAH S.W.T

1.     Berbuat baik kepada kedua ibu bapa
2.    Memelihara harta anak yatim
3.    Menyerpurnakan sukatan dan timbangan dengan adil
4.    Berlaku adil dalam kesaksian dan hukuman
5.    Menyerpurnakkan janji-janji Allah

LIMA LARANGAN ALLAH

1.     Dilarang menyekutukan Allah dengan yang lain
2.    Dilarang membunuh anak
3.    Dilarang mendekali perbuatan keji
4.    Dilarang memakan harta anak yatim
5.    Dilarang membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah tanpa hak

Jika diperhatikan dan diambil pengajaran ayat tersebut. Kebanyakan elemen yang diterapkan adalah berkaitan dengan akidah dan kemasyrakatan. Ini sangat penting sebagai seorang muslim dalam mejaga keharmonian dan terus berada pada landasan yang benar,

Wallahua’lam.

safwan salim 15 april 2015