Sejarah
penulisan dan pembukuan Al-Quran
Di zaman
Rasulullah s.a.w ayat Al-Qur’an yang turun dihafal oleh beliau “Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya” (QS Al-Qiyamah [75] : 17-18).
Oleh karena
itu beliau merupakan hafidz (penghafal) Al-Qur’an yang pertama dan maha guru
pemberi contoh panutan paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya.
Dalam sahih
Bukhary dalam tiga riwayat disebutkan ada tujuh hafidz dari kalangan sahabat
yang hafal Al-Qur’an, yaitu :
1. Abdullah
bin Mas’ud
2. Salim Bin
Ma’qal maula Abu Huzaifah.
3. Mu’az Bin
Jabal.
4. Ubay Bin
Ka’ab.
5. Zaid Bin
Tsabit.
6. Abu Zaid
Bin Sakan.
7. Abu Darda’.
Ke-tujuh
penghafal Al-Qur’an diatas adalah para sahabat yang hafal Al-Qur’an diluar
kepala yang menunjukkan hafalannya dihadapan Nabi dan sanadnya sampai kepada
kita melalui riwayat Bukhary. Sedangkan kenyataannya setelah Rasulullah wafat,
jumlah penghafal (hafidz) Al-Qur’an dikalangan sahabat terus bertambah.
Untuk
melukiskan hal itu dapat diketahui dari keterangan Al-Qurtubi : “Telah terbunuh
tujuh puluh orang qari’ pada perang Yamamah; dan terbunuh pula pada masa Nabi
sejumlah itu dalam peristiwa pembunuhan di sumur Maa’unah”.
Rasulullah
telah mengangkat beberapa penulis Al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka,
seperti : Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah Bin Abi Sufyan, Ubay Bin Ka’ab dan Zaid
Bin Tsabit. Bila ayat Al-Qur’an turun beliau memerintahkan mereka menuliskannya
dan menunjukkan tempat ayat tersebut didalam surat, sehingga penulisan pada
lembaran itu membantu penghafalan didalam hati (diluar kepala).
Disamping itu
sebagian sahabat menuliskan ayat Al-Qur’an yang turun itu dengan keinginan
sendiri tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskan ayat Al-Qur’an pada
pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit binatang atau kulit kayu,
pelana, potongan tulang belulang binatang. Dalam Al Mustadrak, Hakim
meriwayatkan bahwa Zaid Bin Tsabit berkata : “kami menuliskan ayat-ayat
Al-Qur’an pada kulit binatang” (sanad sahih menurut syarat Bukhary dan Muslim).
Pada masa
Rasulullah s.a.w Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf, kerana pada
masa kenabian wahyu masih turun dan Rasulullah s.a.w kerapkali menanti turunnya
ayat Al-Qur’an, disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang nasikh
(dihapus).
Susunan atau
tertib penulisan Al-Qur’an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap
ayat turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi, yaitu
beliau menjelaskan bahwa ayat-ayat tertentu harus diletakkan dalam surah yang
ditentukan. Al-Khattabi berkata : “Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur’an
dalam satu mushaf karena beliau senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap
sebagian hukum-hukum atau bacaannya”
_ jom bersama
ISLAM_
No comments:
Post a Comment